| ||||||||||||||||||||||||||||
*) harga dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya. | ||||||||||||||||||||||||||||
Himpunan Puisi Jantung Lebah Ratu berisi 46 puisi yang ditulis oleh Nirwan Dewanto pada kurun 2005-2007. Puisi-puisinya muncul dalam beragam bentuk seperti gurindam, pantun dan haiku dari Jepang. Pilihan kata yang digunakan Nirwan menunjukkan bahwa si penyair benar-benar menguasai bahasa Indonesia baik dari segi pemaknaan maupun estetika. Semua puisi dalam kumpulan ini telah dimuat di berbagai media masa dan beberapa di antaranya diterjemahkan ke bahasa Inggris, Jepang dan Belanda. DALAM himpunan puisi ini, saya bersentuhan bukan saja dengan seorang penyajak biasa, tapi juga pelukis, mungkin malah pematung, yang bekerja dengan kata dan tubuh sekaligus. Ia bukan sekadar mengatakan, tetapi juga melukis atau menatah benda-benda biasa, juga peristiwa, yang berserakan di sekitaran. Kerapkali malah ia tak melukis benda-benda dan peristiwa itu; mereka justru melukis dirinya sendiri via si penyajak. -ULIL ABSHAR-ABDALLA, pemikir Islam Si penyair tak sekadar memperlakukan kebebasan sebagai preskripsi bagi penciptaan puisi, tapi justeru menerimanya sebagai konsekuensi yang menuntut nyali untuk menentukan batas gelanggang kebebasannya sendiri. -ENIN SUPRIYANTO kurator dan kritikus seni rupa | ||||||||||||||||||||||||||||
ISBN : 978-979-22-3666-8; 20108008 Kategori:
|
20.11.08
Ombak Anyer
Ombak Anyer yang membasahi tubuhmu
Bagai perasaanku kepadamu
Maka ketika kau tak ada lagi di tepi pantai
Desirku merangkai nada rindu
Dan ketika pagi kau datang untuk melihat sunrise
Yang masih ragu membasah
O, Awan senja di barat daya
Setia melukis langit warna delima
O, pantai utara yang begitu panjang
Sepanjang perjalananku mencari cinta sejati
Karena cinta yang ada di dunia ini
Akan seketika sirna
Bagai lukisan tato, di kakimu
Bagai perasaanku kepadamu
Maka ketika kau tak ada lagi di tepi pantai
Desirku merangkai nada rindu
Dan ketika pagi kau datang untuk melihat sunrise
Aku tetap mencoba menyentuh kakimu
Yang masih ragu membasah
O, Awan senja di barat daya
Setia melukis langit warna delima
O, pantai utara yang begitu panjang
Sepanjang perjalananku mencari cinta sejati
Karena cinta yang ada di dunia ini
Akan seketika sirna
Bagai lukisan tato, di kakimu
13.1.08
Mengenangmu
Mampukah kulalui musim penghujan ini
tanpa tarik nafas yang panjang
tanpa termangu dalam ruang lift yg kosong
menuju koridor putih nan dingin
maaf jika aku salah menjenguk kamar hatimu
karena yang kau butuhkan hanya :
perhatian, perhatian dan perhatian
dan smsmu yang kemarin sore belum ku hapus :
“klise ya?”
tanpa tarik nafas yang panjang
tanpa termangu dalam ruang lift yg kosong
menuju koridor putih nan dingin
maaf jika aku salah menjenguk kamar hatimu
karena yang kau butuhkan hanya :
perhatian, perhatian dan perhatian
dan smsmu yang kemarin sore belum ku hapus :
“klise ya?”
13.3.07
Duka Hujan
Pada acara pergantian musim,yang datang hanya anginSelalu angin membawa segelintir daun kering
Hujan tak seperti biasa, datang terlambat
Biasanya ia turun lebih awal
Karena ia begitu senang menyiram tanaman depan rumah
dan memasang pelangi diatas lembah kampung
Aku pikir musim yang baru akan tiba
Aku sudah lama disini menanti
Di sisi genangan air yang terakhir
Di ujung ladang yang paling tandus
Aku ingin cepat kembali bersama kerabatku di Sahara
Awan mulai mengambil foto landmark kota
Kemudian hujan turun sambil menyapu kabut, merajuk:
Hai kemarau, engkau yang belum waktunya pergi !
Aku baru saja istirahat diatas Himalaya
Baru pulang mengisi oase yang paling jauh
Memenuhi kendi-kendi para pengendara onta
Ceritakan pada kami bagaimana tsunami kemarin lalu ?
Kota yang lama aku suburkan kini hancur
Aku kecewa padamu hari ini
Kenapa engkau pergi begitu saja !
Angin sendiri takkan kuasa menahan laju tsunami
Pada acara pergantian musim
Kemarau yang telah pergi, tak menjawab
Mereka berdua hanya bisa saling memandangi
Satu lukisan surealisme di tanah Aceh
Angin tak mengerti apa apa
Bumi dan langit juga tak bersalah-
mereka : naif !
Bukan aku saja yang sedang bersedih, berkata hujan
Tetapi kami semua !
Laut, matahari dan langit yang menyimpanku dalam awan
Ingin aku menjadi airmata kehidupannya
Sekali-kali mereka ingin menangisi bumi bersama manusia
Gunung-gunung hanya bisa bersedekap
melihat bumi tak kuasa menahan kesabarannya
Pada acara pergantian musim-
musim menangis malah yang datang
menyela...
4 komentar:
puisi-nya bagus2 bgt deh!
Makasiihh... ya comment-nya..
S'moga masih ada yang masuk..
Wah, puisi2 yang indah
cie Jojo :D
Posting Komentar